Selasa, 13 September 2011

Sildenafil (Viagra) untuk Mengobati Disfungsi Ereksi

Sildenafil (1-[4-ethoxy-3-(6,7-dihydro-1-methyl-7-oxo-3-propyl-1H-pyrazolo[4,3-d]pyrimidin-5-yl) phenylsulfonyl]-4-methylpiperazine) adalah obat yang digunakan untuk mengobati disfungsi ereksi dan hipertensi arteri paru. Sildenafil bekerja dengan cara menghambat enzym cGMP-spesifik phosphodiesterase 5, yaitu enzim yang dapat menunda degradasi cGMP yang mengatur aliran darah di daerah penis. Sildenafil juga dapat melemaskan otot-otot dinding arteri sehingga dapat menurunkan resistensi dan tekanan arteri paru. Di samping itu, sildenafil juga dapat meningkatkan kapasitas latihan pada pria dan wanita.
Disfungsi ereksi  adalah ketidakmampuan penis untuk mempertahankan ereksi yang memuaskan dalam menyelesaikan hubungan seksual.
Disfungsi ereksi (impotensi) disebabkan karena beberapa hal antara lain : 
1.    Faktor fisik:
a. Penggunaan obat-obatan, seperti obat penenang (sedative, antidepresan), antihipertensi, diuretik, obat penurun berat badan, obat maag, alkohol, nikotin dan golongan opiat.
b. Gangguan aliran darah ke daerah penis yang disebabkan beberapa hal seperti adanya pengerasan pembuluh nadi, tekanan darah tinggi (hipertensi), diabetes atau penyakit peyronie (terbentuknya jaringan parut pada penis).
    1. Gangguan persarafan pada penis antara lain karena diabetes, stroke, cedera tulang belakang, pembedahan daerah panggul dan kecanduan alkohol.
    2. Gangguan hormonal yang menyebabkan terganggunya keseimbangan hormon-hormon tubuh, meliputi disfungsi testis (gangguan fungsi buah zakar), penyakit ginjal, liver dan kecanduan alkohol

2.    Faktor mental
a.     Depresi, sehingga dapat mengurangi stamina dan kemampuan seksual pria.
    1. Stress karena berbagai sebab dapat mengakibatkan gangguan ereksi.
    2. Kecemasan yang terus-menerus dan terjadi dalam waktu lama.
    3. Informasi yang keliru mengenai seks seperti ketakutan berlebihan, terburu-buru dan lain sebagainya.

Sebelum menggunakan sildenafil, pastikan tidak mempunyai beberapa kondisi di bawah ini:
  • Mempunyai penyakit jantung atau masalah irama jantung (aritmia)
  • Dalam 6 bulan terkahir pernah mengalami kegagalan jantung, stroke, atau penyakit jantung kongestif;
  • Mempunyai tekanan darah tinggi (hipertensi) atau tekanan darah rendah (hipotensi)
  • Mempunyai penyakit arteri koroner;
  • Mempunyai penyakit hati dan atau ginjal
  • Mempunyai gangguan sel darah merah seperti anemia, multiple myeloma atau leukemia.
  • Mempunyai kelainan perdarahan seperti hemophilia.
  • Mempunyai penyakit pada pencernaan, misalnya ulkus lambung.
  • Mempunyai penyakit mata retinitis pigmentosa.
  • Cacat fisik pada penis (seperti penyakit Peyronie),  
  • Jika dilarang dokter untuk melakukan hubungan seksual karena alasan kesehatan.

Perhatian:
  1. Jangan mengambil sildenafil bersama obat-obat jantung dan atau aritmia golongan nitrat (nitrogliserin, dinitrate, mononitrate), karena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah secara mendadak.
  2. Sildenafil dapat menurunkan aliran darah ke saraf mata yang menyebabkan kehilangan penglihatan secara mendadak.
  3. Jangan menggunakan sildenafil jika sedang atau merencanakan hamil, kecuali atas persetujuan dokter. Menurut FDA: sildenafil termasuk kategori B.
  4. Gunakan sildenafil sesuai petunjuk dokter, jangan menggunakan dosis yang lebih besar atau lebih kecil.
  5. Sildenafil dapat meningkatkan ereksi ½ jam setelah diminum. Perhatikan efek samping sildenafil seperti pusing, mual, nyeri, mati rasa/kesemutan di dada, lengan, leher, atau rahang, jika itu terjadi cepat hubungi dokter.
  6. Jangan gunakan sildenafil bersama alkohol dan obat-obat impotensi lainnya.

Sabtu, 10 September 2011

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No. 028/Menkes/Per/I/2011 Tentang Klinik


BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.    Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis.
2.    Tenaga medis adalah dokter, dokter spesialis dokter gigi atau dokter gigi spesialis.
3.    Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
4.    Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

BAB II
JENIS
Pasal 2
1.    Berdasarkan jenis pelayanannya, klinik dibagi menjadi Klinik Pratama dan Klinik Utama.
2.    Klinik Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar.
3.    Klinik Utama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.
4.    Klinik Pratama atau Klinik Utama sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3 dapat mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit tertentu.
5.    Jenis Klinik Pratama atau Klinik Utama sebagaimana dimaksud pada ayat 4 serta pedoman penyelenggaraannya ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 3
Klinik dapat diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat.

Pasal 4
1.    Klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative.
2.    Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1  dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan, one day care, rawat inap dan/atau home care.
3.    Klinik yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 24 (dua puluh empat) jam harus menyediakan dokter serta tenaga kesehatan lain sesuai kebutuhan yang setiap saat berada di tempat.

Pasal 5
1.    Kepemilikan Klinik Pratama yang menyelenggarakan rawat jalan dapat secara perorangan atau berbentuk badan usaha.
2.    Kepemilikan Klinik Pratama yang menyelenggarakan rawat inap dan Klinik Utama harus berbentuk badan usaha.

BAB III
PERSYARATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Klinik harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan dan ruangan, prasarana, peralatan dan ketenagaan.

Bagian Kedua
Lokasi
Pasal 7
1.    Lokasi pendirian klinik harus sesuai dengan tata ruang daerah masing-masing.
2.    Pemerintah daerah kabupaten/kota mengatur persebaran klinik yang diselenggarakan masyarakat di wilayahnya dengan memperhatikan kebutuhan pelayanan berdasarkan rasio jumlah penduduk.
3.    Ketentuan mengenai lokasi dan persebaran klinik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku untuk klinik perusahaan atau klinik instansi pemerintah tertentu yang hanya melayani karyawan perusahaan atau pegawai instansi pemerintah tersebut.

Bagian Ketiga
Bangunan dan Ruangan
Pasal 8
1.    Klinik diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya.
2.    Bangunan klinik harus memenuhi persyaratan lingkungan sehat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.    Bangunan klinik harus memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut.

Pasal 9
Bangunan klinik paling sedikit terdiri atas:
a.    Ruang pendaftaran/ruang tunggu
b.    Ruang konsultasi dokter
c.    Ruang administrasi
d.    Ruang tindakan
e.    Ruang farmasi
f.     Kamar mandi/WC
g.    Ruang lainnya sesuai kebutuhan pelayanan

Bagian Keempat
Prasarana
Pasal 10
1.    Prasarana klinik meliputi
a.    Instalasi air
b.    Instalasi listrik
c.    Instalasi sirkulasi udara
d.    Sarana pengelolaan limbah
e.    Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
f.     Ambulans, untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap, dan
g.    Sarana lainnya sesuai kebutuhan.
2.    Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus dalam kedaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.

Bagian Kelima
Peralatan
Pasal 11
1.    Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.
2.    Peralatan medis dan nonmedis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memenuhi standar mutu, keamanan dan keselamatan.
3.    Selain memenuhi standar sebagaimana dimaksud pada ayat 2 peralatan medis harus memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12
Peralatan medis yang digunakan di klinik harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi penguji dan pengkalibrasi yang berwenang.

Pasal 13
Peralatan medis yang menggunakan radiasi pengion harus mendapatkan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14
Penggunaan peralatan medis untuk kepentingan penegakan diagnosis, terapi dan rehabilitasi harus berdasarkan indikasi medis.

Bagian Keenam
Ketenagaan
Pasal 15

1.    Pimpinan Klinik Pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi.
2.    Pimpinan Klinik Utama adalah seorang dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang memiliki kompetensi sesuai dengan jenis kliniknya.
3.    Pimpinan klinik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 merupakan penanggung jawab klinik dan merangkap sebagai pelaksana pelayanan.

Pasal 16
Ketenagaan klinik terdiri atas tenaga medis, tenaga kesehatan lain dan tenaga non kesehatan.

Pasal 17
1.    Tenaga medis pada Klinik Pratama minimal terdiri dari 2 (dua) orang dokter dan/atau dokter gigi.
2.    Tenaga medis pada Klinik Utama minimal terdiri dari 1 (satu) orang dokter spesialis dari masing-masing spesialisasi sesuai jenis pelayanan yang diberikan.
3.    Klinik Utama dapat mempekerjakan dokter dan/atau dokter gigi sebagai tenaga pelaksana pelayanan medis.
4.    Dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 harus memiliki kompetensi setelah mengikuti pendidikan atau pelatihan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan oleh klinik.
5.    Jenis, kualifikasi dan jumlah tenaga kesehatan lain serta tenaga non kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan oleh klinik.

Pasal 18
1.    Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.    Setiap tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik harus mempunyai Surat Izin sebagai tanda regsitrasi/Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien, mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien.

Pasal 20
Klinik dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan warga negara asing.

BAB IV
PERIZINAN
Pasal 21
1.    Untuk mendirikan dan menyelenggarakan klinik harus mendapat izin dari pemerintah daerah kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
2.    Dinas kesehatan kabupaten/kota mengeluarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 setelah klinik memenuhi ketentuan persyaratan klinik dalam peraturan ini.
3.    Permohonan izin klinik diajukan dengan melampirkan:
a.    Surat rekomendasi dari dinas kesehatan setempat.
b.    Salinan/fotokopi pendirian badan usaha kecuali untuk kepemilikan perorangan.
c.    Identitas lengkap pemohon.
d.    Surat keterangan persetujuan lokasi dari pemerintah daerah setempat.
e.    Bukti hak kepemilikan atau penggunaan tanah atau izin penggunaan bangunan untuk penyelenggaraan kegiatan bagi milik pribadi atau surat kontrak minimal selama 5 (lima) tahun bagi yang menyewa bangunan untuk penyelenggaraan kegiatan.
f.     Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
g.    Profil klinik yang akan didirikan meliputi struktur organisasi kepengurusan, tenaga kesehatan, sarana dan prasarana, dan peralatan serta pelayanan yang diberikan, dan
h.    Persyaratan administrasi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.    Izin klinik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan 6 (enam) bulan sebelum habis masa berlaku izinnya.
5.    Pemerintah kabupaten/kota dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima harus menetapkan menerima atau menolak permohonan izin atau permohonan perpanjangan izin.
6.    Permohonan yang tidak memenuhi syarat ditolak oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dengan memberikan alas an penolakannya secara tertulis.

BAB V
PENYELENGGARAAN
Pasal 22
1.    Klinik yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap harus menyediakan:
a.    Ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan
b.    Tempat tidur pasien minimal 5 (lima) dan maksimal 10 (sepuluh)
c.    Tenaga medis dan keperawatan yang sesuai jumlah dan kualifikasinya.
d.    Tenaga gizi, tenaga analis kesehatan, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan dan/atau tenaga non kesehatan lain sesuai kebutuhan
e.    Dapur gizi
f.     Pelayanan laboratorium Kinik Pratama.
2.    Pelayanan rawat inap hanya dapat dilakukan maksimal selama 5 (lima) hari.

Pasal 23
1.    Klinik dapat menyelenggarakan pelayanan laboratorium klinik.
2.    Perizinan laboratorium klinik terintegrasi dengan perizinan kliniknya.
3.    Apabila laboratorium klinik memiliki sarana, prasarana, ketenagaan dan kemampuan pelayanan melebihi kriteria dan persyaratan klinik pratama maka laboratorium klinik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.    Persyaratan laboratorium klinik meliputi ketenagaan, bangunan, peralatan dan kemampuan pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 24
1.    Klinik menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan kefarmasian melalui ruang farmasi yang dilaksanakan oleh apoteker yang meiliki kompetensi dan kewenangan untuk itu.
2.    Apabila klinik berada di daerah yang tidak terdapat apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pelayanan kefarmasian dapat dilaksanakan oleh tenaga teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.    Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat melayani resep dari tenaga medis yang bekerja di klinik yang bersangkutan.

Pasal 25
Dalam memberikan pelayanan, klinik berkewajiban:
a.      Memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional.
b.      Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya tanpa meminta uang muka terlebih dahulu atau mendahulukan kepentingan finansial.
c.      Memperoleh persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan (informed consent).
d.      Menyelenggarakan rekam medis.
e.      Melaksanakan system rujukan.
f.       Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan.
g.      Menghormati hak-hak pasien.
h.      Melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
i.        Memiliki peraturan internal dan standar prosedur operasional.
j.        Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional.

Pasal 26
Penyelenggara klinik wajib:
a.    Memasang papan nama klinik
b.    Membuat daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik beserta nomor Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) bagi tenaga medis dan surat izin sebagai tanda registrasi atau Surat Tanda Regsitrasi dan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi tenaga kesehatan lainny.
c.    Melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan melaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan program pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 27
1.    Besarnya tariff pelayanan klinik berpedoman pada komponen jasa pelayanan dan jasa sarana.
2.    Komponen jasa pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
a.    Jasa konsultasi
b.    Jasa tindakan
c.    Jasa penunjang medic
d.    Biaya pelayanan kefarmasian
e.    Ruang perawatan (untuk rawat inap)
f.     Adminsitrasi, atau
g.    Komponen lainnya yang menunjang pelayanan
3.    Tariff atas jasa sarana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan biaya penggunaan sarana dan fasilitas klinik, akomodasi, sediaan farmasi, bahan dan/atau alat kesehatan habis pakai yang digunakan dalam rangka pelayanan.
4.    Besarnya biaya masing-masing komponen ditentukan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persen dari biaya lainnya.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 28
1.    Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan.
2.    Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pemerintah dan pemerintah daerah dapat mengikutsertakan organisasi profesi.
3.    Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala risiko yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan atau merugikan masyarakat.
4.    Pembinaan dan pengawasan sebagimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 berupa pemberian bimbingan, supervise, konsultasi, pendidikan dan pelatihan dan kegiatan pemberdayaan lain.

Pasal 29
1.    Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mengambil tindakan administratif.
2.    Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan melalui:
a.    Teguran lisan.
b.    Teguran tertulis, atau
c.    Pencabutan izin.

Pasal 30
1.    Menteri atau kepala dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota dalam melaksanakan tugasnya dapat mengangkat tenaga pengawas dengan tugas pokok untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan klinik.
2.    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
Pada saat peraturan ini mulai berlaku, maka semua fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan medis dasar atau spesialistik berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik, harus disesuaikan dengan Peraturan ini dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 33
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 04 Januari 2011.
Menteri Kesehatan RI Endang Rahayu Sedyaningsih