BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.
Klinik
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik,
diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh
seorang tenaga medis.
2.
Tenaga
medis adalah dokter, dokter spesialis dokter gigi atau dokter gigi spesialis.
3.
Tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
4.
Menteri
adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
BAB II
JENIS
Pasal 2
1.
Berdasarkan
jenis pelayanannya, klinik dibagi menjadi Klinik Pratama dan Klinik Utama.
2.
Klinik
Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan klinik yang menyelenggarakan
pelayanan medik dasar.
3.
Klinik
Utama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan klinik yang menyelenggarakan
pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.
4.
Klinik
Pratama atau Klinik Utama sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3 dapat
mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ atau jenis penyakit tertentu.
5.
Jenis
Klinik Pratama atau Klinik Utama sebagaimana dimaksud pada ayat 4 serta pedoman
penyelenggaraannya ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 3
Klinik
dapat diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat.
Pasal 4
1.
Klinik
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitative.
2.
Pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan, one day care, rawat inap dan/atau home care.
3.
Klinik
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 24 (dua puluh empat) jam harus
menyediakan dokter serta tenaga kesehatan lain sesuai kebutuhan yang setiap
saat berada di tempat.
Pasal 5
1.
Kepemilikan
Klinik Pratama yang menyelenggarakan rawat jalan dapat secara perorangan atau
berbentuk badan usaha.
2.
Kepemilikan
Klinik Pratama yang menyelenggarakan rawat inap dan Klinik Utama harus
berbentuk badan usaha.
BAB III
PERSYARATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Klinik
harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan dan ruangan, prasarana, peralatan
dan ketenagaan.
Bagian Kedua
Lokasi
Pasal 7
1.
Lokasi
pendirian klinik harus sesuai dengan tata ruang daerah masing-masing.
2.
Pemerintah
daerah kabupaten/kota mengatur persebaran klinik yang diselenggarakan
masyarakat di wilayahnya dengan memperhatikan kebutuhan pelayanan berdasarkan
rasio jumlah penduduk.
3.
Ketentuan
mengenai lokasi dan persebaran klinik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat
2 tidak berlaku untuk klinik perusahaan atau klinik instansi pemerintah
tertentu yang hanya melayani karyawan perusahaan atau pegawai instansi
pemerintah tersebut.
Bagian Ketiga
Bangunan dan Ruangan
Pasal 8
1.
Klinik
diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak bergabung dengan tempat
tinggal atau unit kerja lainnya.
2.
Bangunan
klinik harus memenuhi persyaratan lingkungan sehat sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3.
Bangunan
klinik harus memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang
termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut.
Pasal 9
Bangunan
klinik paling sedikit terdiri atas:
a.
Ruang
pendaftaran/ruang tunggu
b.
Ruang
konsultasi dokter
c.
Ruang
administrasi
d.
Ruang
tindakan
e.
Ruang
farmasi
f.
Kamar
mandi/WC
g.
Ruang
lainnya sesuai kebutuhan pelayanan
Bagian Keempat
Prasarana
Pasal 10
1.
Prasarana
klinik meliputi
a.
Instalasi
air
b.
Instalasi
listrik
c.
Instalasi
sirkulasi udara
d.
Sarana
pengelolaan limbah
e.
Pencegahan
dan penanggulangan kebakaran
f.
Ambulans,
untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap, dan
g.
Sarana
lainnya sesuai kebutuhan.
2.
Prasarana
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus dalam kedaan terpelihara dan berfungsi
dengan baik.
Bagian Kelima
Peralatan
Pasal 11
1.
Klinik
harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai sesuai dengan
jenis pelayanan yang diberikan.
2.
Peralatan
medis dan nonmedis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memenuhi standar
mutu, keamanan dan keselamatan.
3.
Selain
memenuhi standar sebagaimana dimaksud pada ayat 2 peralatan medis harus
memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
Peralatan
medis yang digunakan di klinik harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh
Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi penguji dan
pengkalibrasi yang berwenang.
Pasal 13
Peralatan
medis yang menggunakan radiasi pengion harus mendapatkan izin sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
Penggunaan
peralatan medis untuk kepentingan penegakan diagnosis, terapi dan rehabilitasi
harus berdasarkan indikasi medis.
Bagian Keenam
Ketenagaan
Pasal 15
1.
Pimpinan
Klinik Pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi.
2.
Pimpinan
Klinik Utama adalah seorang dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang
memiliki kompetensi sesuai dengan jenis kliniknya.
3.
Pimpinan
klinik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 merupakan penanggung jawab
klinik dan merangkap sebagai pelaksana pelayanan.
Pasal 16
Ketenagaan klinik terdiri atas tenaga
medis, tenaga kesehatan lain dan tenaga non kesehatan.
Pasal 17
1.
Tenaga
medis pada Klinik Pratama minimal terdiri dari 2 (dua) orang dokter dan/atau
dokter gigi.
2.
Tenaga
medis pada Klinik Utama minimal terdiri dari 1 (satu) orang dokter spesialis
dari masing-masing spesialisasi sesuai jenis pelayanan yang diberikan.
3.
Klinik
Utama dapat mempekerjakan dokter dan/atau dokter gigi sebagai tenaga pelaksana
pelayanan medis.
4.
Dokter
atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 harus memiliki kompetensi
setelah mengikuti pendidikan atau pelatihan sesuai dengan jenis pelayanan yang
diberikan oleh klinik.
5.
Jenis,
kualifikasi dan jumlah tenaga kesehatan lain serta tenaga non kesehatan
disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan oleh klinik.
Pasal 18
1.
Setiap
tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai Surat Tanda Registrasi
dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.
Setiap
tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik harus mempunyai Surat Izin sebagai
tanda regsitrasi/Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat
Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja
di klinik harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien,
mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien.
Pasal 20
Klinik dilarang mempekerjakan tenaga
kesehatan warga negara asing.
BAB IV
PERIZINAN
Pasal 21
1.
Untuk
mendirikan dan menyelenggarakan klinik harus mendapat izin dari pemerintah
daerah kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat.
2.
Dinas
kesehatan kabupaten/kota mengeluarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 setelah klinik memenuhi ketentuan persyaratan klinik dalam peraturan
ini.
3.
Permohonan
izin klinik diajukan dengan melampirkan:
a.
Surat
rekomendasi dari dinas kesehatan setempat.
b.
Salinan/fotokopi
pendirian badan usaha kecuali untuk kepemilikan perorangan.
c.
Identitas
lengkap pemohon.
d.
Surat
keterangan persetujuan lokasi dari pemerintah daerah setempat.
e.
Bukti
hak kepemilikan atau penggunaan tanah atau izin penggunaan bangunan untuk
penyelenggaraan kegiatan bagi milik pribadi atau surat kontrak minimal selama 5
(lima) tahun bagi yang menyewa bangunan untuk penyelenggaraan kegiatan.
f.
Dokumen
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
g.
Profil
klinik yang akan didirikan meliputi struktur organisasi kepengurusan, tenaga
kesehatan, sarana dan prasarana, dan peralatan serta pelayanan yang diberikan,
dan
h.
Persyaratan
administrasi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.
Izin
klinik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan 6 (enam)
bulan sebelum habis masa berlaku izinnya.
5.
Pemerintah
kabupaten/kota dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima harus
menetapkan menerima atau menolak permohonan izin atau permohonan perpanjangan
izin.
6.
Permohonan
yang tidak memenuhi syarat ditolak oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dengan
memberikan alas an penolakannya secara tertulis.
BAB V
PENYELENGGARAAN
Pasal 22
1.
Klinik
yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap harus menyediakan:
a.
Ruang
rawat inap yang memenuhi persyaratan
b.
Tempat
tidur pasien minimal 5 (lima) dan maksimal 10 (sepuluh)
c.
Tenaga
medis dan keperawatan yang sesuai jumlah dan kualifikasinya.
d.
Tenaga
gizi, tenaga analis kesehatan, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan dan/atau
tenaga non kesehatan lain sesuai kebutuhan
e.
Dapur
gizi
f.
Pelayanan
laboratorium Kinik Pratama.
2.
Pelayanan
rawat inap hanya dapat dilakukan maksimal selama 5 (lima) hari.
Pasal 23
1.
Klinik
dapat menyelenggarakan pelayanan laboratorium klinik.
2.
Perizinan
laboratorium klinik terintegrasi dengan perizinan kliniknya.
3.
Apabila
laboratorium klinik memiliki sarana, prasarana, ketenagaan dan kemampuan
pelayanan melebihi kriteria dan persyaratan klinik pratama maka laboratorium
klinik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memiliki izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.
Persyaratan
laboratorium klinik meliputi ketenagaan, bangunan, peralatan dan kemampuan
pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 24
1.
Klinik
menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan kefarmasian melalui ruang farmasi
yang dilaksanakan oleh apoteker yang meiliki kompetensi dan kewenangan untuk
itu.
2.
Apabila
klinik berada di daerah yang tidak terdapat apoteker sebagaimana dimaksud pada
ayat 1, pelayanan kefarmasian dapat dilaksanakan oleh tenaga teknis kefarmasian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.
Ruang
farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat melayani resep dari tenaga
medis yang bekerja di klinik yang bersangkutan.
Pasal 25
Dalam memberikan pelayanan, klinik
berkewajiban:
a.
Memberikan
pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien
sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur
operasional.
b.
Memberikan
pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya
tanpa meminta uang muka terlebih dahulu atau mendahulukan kepentingan finansial.
c.
Memperoleh
persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan (informed consent).
d.
Menyelenggarakan
rekam medis.
e.
Melaksanakan
system rujukan.
f.
Menolak
keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta
peraturan perundang-undangan.
g.
Menghormati
hak-hak pasien.
h.
Melaksanakan
kendali mutu dan kendali biaya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan
i.
Memiliki
peraturan internal dan standar prosedur operasional.
j.
Melaksanakan
program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional.
Pasal 26
Penyelenggara klinik wajib:
a.
Memasang
papan nama klinik
b.
Membuat
daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik beserta
nomor Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) bagi tenaga medis dan
surat izin sebagai tanda registrasi atau Surat Tanda Regsitrasi dan Surat Izin
Praktik Apoteker (SIPA) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi tenaga kesehatan
lainny.
c.
Melaksanakan
pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan melaporkan kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan program pemerintah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
1.
Besarnya
tariff pelayanan klinik berpedoman pada komponen jasa pelayanan dan jasa
sarana.
2.
Komponen
jasa pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
a.
Jasa
konsultasi
b.
Jasa
tindakan
c.
Jasa
penunjang medic
d.
Biaya
pelayanan kefarmasian
e.
Ruang
perawatan (untuk rawat inap)
f.
Adminsitrasi,
atau
g.
Komponen
lainnya yang menunjang pelayanan
3.
Tariff
atas jasa sarana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan biaya penggunaan
sarana dan fasilitas klinik, akomodasi, sediaan farmasi, bahan dan/atau alat
kesehatan habis pakai yang digunakan dalam rangka pelayanan.
4.
Besarnya
biaya masing-masing komponen ditentukan dalam bentuk nominal, bukan dalam
bentuk persen dari biaya lainnya.
BAB VI
PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN
Pasal 28
1.
Pemerintah
dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan.
2.
Dalam
melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pemerintah
dan pemerintah daerah dapat mengikutsertakan organisasi profesi.
3.
Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diarahkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat
terhadap segala risiko yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan atau
merugikan masyarakat.
4.
Pembinaan
dan pengawasan sebagimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 berupa pemberian
bimbingan, supervise, konsultasi, pendidikan dan pelatihan dan kegiatan
pemberdayaan lain.
Pasal 29
1.
Dalam
rangka pembinaan dan pengawasan, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangan masing-masing dapat mengambil tindakan administratif.
2.
Tindakan
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan melalui:
a.
Teguran
lisan.
b.
Teguran
tertulis, atau
c.
Pencabutan
izin.
Pasal 30
1.
Menteri
atau kepala dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota dalam melaksanakan tugasnya
dapat mengangkat tenaga pengawas dengan tugas pokok untuk melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan klinik.
2.
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB VII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 31
Pada saat peraturan ini mulai berlaku,
maka semua fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan medis dasar atau spesialistik berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di
Bidang Medik, harus disesuaikan dengan Peraturan ini dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 2 (dua) tahun.
BAB VIII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 32
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku,
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang Upaya
Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 33
Peraturan ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 04
Januari 2011.
Menteri Kesehatan RI Endang Rahayu Sedyaningsih